TANGGAL 13 Desember 2012, wajah Indra Maulana pembaca berita Headline Malam Metro TV menyiarkan aksi unjuk rasa menolak calon pemimpin yang berpoligami. Aksi yang di gelar di depan kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, hari Kamis (13/12/2012), kala itu dipenuhi oleh pengunjuk rasa yang rata-rata kaum ibu yang dimotori penganut feminisme. Menurut pengunjuk rasa, pejabat yang memiliki banyak istri akan rentan korupsi.
Dalam aksinya, mereka membawa pakaian dalam wanita dan spanduk bertuliskan tolak pemimpin yang berpoligami. Mereka meminta kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi untuk menindak tegas pemimpin yang memiliki istri lebih dari satu seperti dilakukan Bupati Garut Aceng Fikri dan calon Walikota Bekasi Rahmat Effendy.
400 ibu yang tergabung dalam Gerakan Wanita Anti Poligami (Gerwap) bahkan membawa dan pakaian dalam wanita sebagai protes kepada Mendagri dan meminta Gamawan Fauzi memecat para pejabat yang berlatar belakang dari NU itu karena dinilai memiliki cacat moral.
Berita serupa langsung dirilis semua stasiun TV tanah air. Bahkan Liputan6 melalui presenter Joy Astro, sempat menambahkan kata-kata ‘padahal aksi unjuk rasa ini bertujuan mulia karena untuk menolak calon incumbent yang akan berlaga Desember mendatang, “ ujar pria yang sebelumnya pernah ditugaskan di program Derap Hukum dan desk kriminal ini.
Di saat lain, presenter Liputan 6 SCTV David Silahooij juga memberitakan ribuan kaum perempuan Garut yang menamakan diri “Koalisi Perempuan Indonesia” berdemo di depan Kantor Bupati Garut yang menuntut Aceng Fikri segera turun dari jabatannya. Aceng dianggap pemimpin tak amanah karena melakukan poligami. Aceng, adalah salah satu tokoh di tanah air paling apes, karena ‘dikerjain’ berhari-hari oleh liputan media. Pria yang pernah aktif di organisasi milik NU, GP Anshor Garut, Garda Bangsa PKB, lalu sebagai Plt. Ketua DPC PKB Garut ini menjadi focus media massa, khususnya TV atas kasus ‘nikah kilat’ nya dengan Fikri Fani Oktora (18 thn) asal Jawa Barat.
***
Perdebatan poligami seolah tidak ada habisnya. Tujuh tahun lalu, umat sempat heboh dengan pemberitaan Ustad Abdullah Gymnastiar atau akrab dipanggil Aa Gym menikah lagi tepat di bulan Desember 2006.
Yang menarik, beberapa bulan kejadian itu, Presiden SBY pada Senin, 05 Desember 2006 memanggil secara khusus Seskab Sudi Silalahi, Menneg Pemberdayaan Perempuan (PP) Meutia Hatta, dan Dirjen Bimas Islam Depag Nazaruddin Umar guna membahas revisi UU Perkawinan dan PP Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS. Yang menarik, yang mendasari ide revisi UU Perkawinan ini adalah pernikahan keduanya Aa Gym. (baca: detiknews.com, Selasa, 05/12/2006, Poligami Aa Gym Picu Revisi UU & PP Perkawinan)
Tak berlangsung lama, hari Jumat, 08 Desember 2006, puluhan mahasiswa di Yogja mendemo Aa Gym yang telah memutuskan menikah kedua kali. Aksi keprihatinan yang digelar di perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta di Jl Senopati, dilakukan oleh anggota Senat Mahasiswa dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Menurut mahasiswa, poligami lebih banyak mudharat daripada manfaatnya karena sering menjadi penyebab timbulnya kekerasan dalam rumah tangga dan konflik antarkeluarga serta penelantaran anak-anak. Selain berorasi, mahasiswa juga menggelar happening art dan pembacaan puisi yang berisikan kritikan tajam terhadap orang-orang yang melakukan poligami. Salah seorang mahasiswa dengan mengenakan sorban dan baju muslim beperan sebagai Aa Gym. Dua orang mahasiswi berperan sebagai Teh Ninih dan Alfarini Eridani atau Rini.
Tak Cuma mahasiwa, di Jakarta, kelompok LSM Perempuan angkat bicara. Tokoh feminism Gadis Arivia dalam konferensi pers yang diselenggarakan Yayasan Jurnal Perempuan, Sabtu (09/12/2006) di kantor Yayasan Jurnal Perempuan bersama Koalisi Perempuan serta sejumlah lembaga swadaya masyarakat lainnya menolak praktek poligami. Alasannya, poligami melanggar hak-hak perempuan serta rawan terhadap kekerasan psikis dan fisik terhadap kaum perempuan. Gadis juga mengutip guru besar IAIN Syarif Hidayatullah (sekarang UINJakarta) Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, seorang guru besar bidang sejarah politik dari UIN yang ke mana-mana selalu membahas hukum Islam (syariah). Menurut Gadis, menirukan Musdah, suami yang berpoligami berpotensi empat atau lima kali lebih besar menularkan penyakit kanker mulut rahim.
Di Jakarta, Hari Jumat, 22 Desember 2006, Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) melakukan hal sama. Mereka melakukan aksi yang diikuti perempuan. Acara di Bundaran HI itu diisi orasi-orasi. Sebagian pendemo memakai topi caping. Beberapa ibu tampak membawa buah hatinya yang masih balita. "Satu-satu aku sayang ibu, dua-dua juga sayang ayah, tiga-tiga sayang adik kakak, satu dua tiga tolak poligami!," demikian yel-yel yang disuarakan.
Beda Subur dan Aa Gym
Polemik poligami tak berhenti di situ. Hari Kamis, 21 Desember 2006 lebih dari 500 perempuan dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Makasar yang umumnya ibu-ibu menggelar aksi mendukung poligami. Aksi serupa juga terjadi di beberapa kota. Di Medan, para ratusan wanita membawa poster dan spanduk melakukan aksi unjuk rasa di Balai Kota Medan. Dalam aksinya ibu-ibu aktivis Hizbut Tahrir ini menilai, polemik seputar poligami tidak perlu diperdebatkan lagi.
Pasalnya persoalan poligami sudah mempunyai aturan tegas yang termatup dalam kitab suci al-Quran.
Yang menarik, tak satupun media massa (khususnya TV) mengangkatnya dalam sebuah dialog panjang. Aksi unik ini jelas sebuah berita menarik yang lain daripada yang lain. Mengapa ketika banyak LSM, aktivis perempuan menolak poligami, justru ada ratusan (bahkan ribuan orang di berbagai daerah mendukung poligami?)
“Ketidakwajaran” ini seharusnya menjadi hal menarik bagi media massa. Bahkan dalam jurnalistik sekalipun, ini sudah memenuhi unsur unusualness (sebuah keunikan dalam berita). Tapi mengapa aksi para wanita ini tak banyak di ekspose sebagaimana TV menguang aktivis perempuan wawancara panjang? Mengapa ratusan orang ini kalah dengan aksi di Bundaran HI yang hanya dilakukan segelintir orang?
Yang menarik, adalah kisah poligami ‘tak normal’ guru klenik para artis Indonesia, Eyang Subur. Tokoh yang telah menyita perhatian public setelah perseteruannya dengan Adi Bing Slamet ini diputuskan MUI adanya penyimpangan dalam praktik guru klenik itu.
“Kita berunding, berdiskusi, dan ternyata ditemukannya praktik perdukunan dan penyimpangan syariat istri Subur lebih dari empat. Kami juga mengimbau kepada umat Islam supaya hati-hati terhadap praktik perdukunan dan praktik peramalan. Kita harapkan mereka menghentikan praktiknya dan kembali sadar ke ajaran agama yang benar,” kata Ketua Investigasi MUI, DrUmar Shihab saat ditemui di kantor MUI, Jl. Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin (22/04/2013).
Bahkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyebut Eyang Subur telah melakukan penyimpangan dari syariat Islam dengan menikai lebih dari empat orang, justru menimbulkan reaksi dari para istri Subur. Mereka tidak terima untuk diceraikan dan akan menggugat lembaga keulamaan yang memiliki otoritas masalah agama di Indonesia ini.
"Senin (06/05/2013) akan ajukan gugatan melalui Pengadilan Agama Jakarta Pusat," kata kuasa hukum istri-istri Subur, Made Rahman Marasabessy, dikutip sebuah media.
Sikap ini ditindaklanlanjuti istri-sitri Subur dengan aktiv menerima undangan stasiun TV. Yang terakhir, Ahad (12/05/2013), mereka pamer dalam acara Just Alvin! di Metro TV, bahkan isti terakhinya Nita Septrian seolah menantang MUI dengan mengatakan, “Siapapun tidak ada yang berhak melarang saya keluar dari rumah (Subur, red).”
Fenomena ini menandakan pelajaran banyak hal kepada kita. Pertama, betapa banyak orang menyebut dirinya Islam namun dia justru melawan hukum Islam itu sendiri. Bahkan ketika ulama yang memiliki otoritas mengingatkanpun, justru dia lawan.
Kedua, betapa banyak media di Indonesia dan aparat tak memiliki kecakapan urusan agama. Istri-istri Subur adalah pelanggar hukum karena UU Perkawinan hanya mengakui pernikahan hanya dibatasi 4 istri saja. Tanpa perlu diadukan, pelanggar seperti ini harusnya segera ditangkap bahkan tak perlu dibesar-besarkan apalagi diberi tempat untuk mengkampanyekan kekeliruannya di hadapan publik. Yang agak aneh, orang yang dianggap sesat MUI justri difasilitasi kampanye mencalonkan presiden.
Yang lebih aneh, ketika banyak kalangan feminis merasa meradang melihat orang berpoligami dengan alasan yang selalu sama, atas nama ‘kekerasan keluarga’ dan ‘pelecehan pada wanita’, tetapi ketika kasus Eyang Subur di mana banyak wanita “dihinakan” (jika sekiranya ukuran ini menggunakan ukuran feminis dipakai), tidak satupun hingga kejadian ini mereka demo, bawa spanduk atau konprensi pers melakukan penolakan. Bahkan nyaris membisu. Termasuk aktifis liberal.
Hingga kini, penulis kesulitan apa yang menjadikannya berbeda di mata feminis, antara Aa Gym dan Eyang Subur?
Pertanyaan ini sudah saya lontarkan kemana-mana sebagai bagian keresahan saya. Tapi ada jawaban yang menggelitik hati saya dalam kasus ini. “Ya mungkin karena Aa Gym menjalankan poligami sesuai Syariat Islam, sedang Subur tidak.”
Apakah benar bisunya kaum feminis karena syariat Islam atau tidak, Anda pasti tahu jawabannya.*
Penulis pemerhati televisi, tinggal di Surabaya
copy-an tulisan dari www.hidayatullah.com/read/28547/13/05/2013/di-mana-suara-perempuan-dan-feminis-atas-poligami-eyang-subur?.html#.UZMD4zqW3Ws.facebook
Tidak ada komentar:
Posting Komentar